v Pengertian Pembelajaran Terpadu
Menurut Cohen dan
Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran
terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana
pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari
terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning).
Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata
pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh
dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari
sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai
kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu
menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur
yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik
pusatnya (center core / center of interest);
Menurut Prabowo
(2000:2), pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang
melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini
diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik
kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam pembelajaran terpadu diharapkan
anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari
dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
sudah mereka pahami.
v Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Menurut Depdikbud
(1996:3),pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa
karakteristik atau ciri-ciri yaitu: holistik, bermakna, otentik, dan aktif.
1. HOLISTIK
Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat
perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang
kajian sekaligus,tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.Pembelajaran
terpadu memungkinkann siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.
Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siswa lebih arif dan bijak di dalam
menyikapi atau mengahdapi kejadian yang ada di depan mereka.
2. BERMAKNA
Pengkajian suatu fenomena dari
berbagai aspek seperti yang dijelaskan di atas, memungkinkan terbentuknya
semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata . hal
ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari. Rujukan yang
nyata dari semua konsep yang diperoleh ,dan keterkaitannya dengan konsep-konsep
lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari. Selanjutnya hal ini
akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional.siswa mampu menerapkan
perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam
kehidupannya.
3. OTENTIK
Pembelajaran terpadu memungkinkan
siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin
dipelajarinya melalui kegiatan belajar secar langsung. Mereka memahami dari
hasil belajarnya sendiri,bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan
pengetahuan yang diperoleh sifatya lebih otentik. Misalnya, hukum pemantulan cahaya
diperoleh siswa melalui eksperimen.Guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator dan katalisator,sedang siswa bertindak sebagai aktor pencari
informasi dan pemberitahuan.
4. AKTIF
Pembelajaran terpadu menekankan
keaktifan siswa dalam pembelajaran,baik secara fisik,mental,intelektual,maupun
emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan
hasrat ,minat dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk
terus-menerus belajar.Dengan demikaian pembelajaran terpadu bukan hanya sekedar
merancang aktivitas-aktivitas dari masing -masing mata pelajran yang saling
terkait.Pembelajaran terpadu bisa saja dikembanagkan dari suatu tema yang
disepakati bersma dengan melirik aspek-aspek kurikulum yang bisa dipelajari
secara bersama melalui pengembangan tema tersebut.
Mnurut Kunandar (2007) adalah :
1. Pembelajaran terpusat pada anak
Pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu
system pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara
individu maupun secara kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus
dikuasainya sesuai dengan perkembangannya. Siswa dapat mencari tahu sendiri apa
yang dia butuhkan.
2. Belajar melalui proses pengalaman langsung
Pembelajaran terpadu diprogramkan untuk melibatkan
siswa secara langsung pada konsep dan prisip yang dipelajari dan memungkinkan
siswa belajar dengan melakukan kegiatan secara langsung sehingga siswa akan
memahami hasil belajarnya secara langsung. Siswa akan memahami hasil belajarnya
sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami, bukan sekedar memperoleh
informasi dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang
membimbing ke arah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai aktor
pencari fakta serta informasi untuk mengembangkanpengetahuannya.
3. Sarat dengan muatan saling keterkaitan, sehingga batasan antarmata
pelajaran tidak begitu jelas
Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada
pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata
pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak/dibatasi.
Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari
segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak
dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.
4. Lebih menekankan kebermaknaan dan pembentukan pemahaman
Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari
berbagai macam aspek yang membentuk semacam jalinan antarskema yang dimiliki
oleh siswa, sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang
dipelajari siswa. Hasil yang nyata didapat dari segala konsep yang diperoleh
dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari siswa. Hal ini
mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna. Dari kegiatan ini
diharapkan dapat berakibat pada kemampuan siswa untuk dapat menerapkan apa yang
diperoleh dari belajarnya pada pemecahan masalah-masalah yang nyata dalam
kehidupan siswa tersebut sehari-hari.
5. Lebih mengutamakan proses daripada hasil
Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery
inquiry (penemuan terbimbing) yang melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses
evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat keinginan, minat,
dan kemampua siswa sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar
terus-menerus. Bila guru merasa kesulitan karena jumlah murid yang terlalu
banyak guru bias meminta bantuan guru yang lain atau membagi-bagi anak dalam beberapa
kelompok.
Menurut Konstelnik dkk (1991)
- Menyediakan pengalaman langsung tentang objek nyata
- Kegiatan menantang bagi anak
- Mengembangkan kegiatan sesuai minat dan bakat anak
- Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru
- Menyediakan kegiatan mengembangkan semua aspek perkembangan
- Mengakomodasikan kebutuhan anak
- Memberikan kesempatan bagi anak
- Menghargai perbedaan
- Menemukan cara untuk melibatkan anggota keluarga
v Karakteristik
perkembangan AUD
Perkembangan
merupakan perubahan yang progresif dan kontinyu berkesinambungan dalam diri
individu dari mulai lahir sampai mati. Syamsu (2006: 17) memberikan definisi
lain dari perkembangan yaitu: Perubahan-perubahan yang dialami oleh individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation)
yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
Syamsu
(2003: 17-20) mengungkapkan ada beberapa prinsip-prinsip dalam perkembangan,
yaitu:
a.
Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending
process).
b.
Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi.
c.
Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu.
d.
Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan.
e.
Setiap fase perkembangan memiliki ciri khas.
f.
Setiap individu yang normal akan mengalami fase perkembangan.
Perkembangan sebagai suatu proses yang selalu
berkesinambungan menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang
lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kemasakan dan belajar. Jadi
sesungguhnya perkembangan merupakan proses dalam pertumbuhan yang terjadi
secara berkesinambungan dan menunjukkan adanya pengaruh dalam yang menyebabkan
bertambahnya tempo, kualitas dalam pertumbuhan itu sendiri.
Hurlock (Sri
Rumini. dkk, 1993: 23) menjelaskan bahwa dalam perkembangan ada dua proses yang
bertentangan yang terjadi secara bersamaan selama kehidupan, yaitu pertumbuhan
atau evolusi dan kemunduran atau involusi. Namun apapun pengertian tentang
perkembangan,
• Perkembangan fisik motorik
Perkembangan
fisik/motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan
pengendalian gerak tubuh. Ketrampilan motorik kasar diawali dengan bermain yang
merupakan gerakan kasar. Pada usia 3 tahun sesuai dengan tahap perkembangan,
anak pada umumnya sudah menguasai sebagian besar ketrampilan motorik kasar.
Sementara ketrampilan motorik halus baru mulai berkembang, yang diawali dengan
kegiatan yang amat sederhana seperti memegang sendok, memegang pensil,
mengaduk. Ketrampilan motorik halus lebih lama pencapaiannya dari pada
ketrampilan motorik kasar karena ketrampilan motorik halus membutuhkan
kemampuan yang lebih sulit misalnya konsentrasi, control, kehati-hatian, dan
kondisi otot tubuh yang satu dengan yang lain.
Ketrampilan
motorik anak pada usia 4-6 tahun mempunyai perbedaan dengan orang tua dalam hal
(1) cara memegang, (2) cara berjalan dan (3) cara menyepak/menendang. Pada anak
cara mamegang dilakukan dengan asal saja, sedangkan orang dewasa memegang benda
dengan cara yang khas, agar dapat dipergunakan secara optimal.
Ketika orang dewasa berjalan, hanya memerlukan
otot-ototnya yang diperlukan saja, sedangkan anak-anak berjalan seolah-olah
semua tubuhnya ikut bergerak. Dalam menyepak/menendang, anak-anak menyepak
bola diikuti dengan kedua belah tangannya yang ikut maju kedepan secara
berlebihan. Masa lima tahun pertama adalah masa emas bagi motorik anak.
Perkembangan
ketrampilan motorik merupakan factor yang sangat penting bagi perkembangan
kepribadian anak secara keseluruhan. Elizabeth Hurlock (1956) mencatat beberapa
alas an tentang fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan
individu, yaitu sebagai berikut :
1. Melalui ketrampilan motorik, anak dapat
menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang, seperti anak merasa senang
dengan memiliki ketrampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau
memainkan alat-alat lainnya.
2. Melalui ketrampilan motorik anak dapat
beranjak dari kondisi helplessness (tidak berdaya) pada bulan-bulan pertama
kehidupannya, ke kondisi yang independence (bebas tidak bergantung). Anak
dapat bergerak dari satu tempat ketempat yang lainnya, dan dapat berbuat
sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan self confidence
(rasa percaya diri).
3. Melalui ketrampilan motorik, anak dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah (school adjustment). Pada usia
TK atau pra sekolah, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, mewarnai
dll.
4. Melalui perkembangan motorik yang normal
memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayanya,
sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul
dengan teman sebayanya bahkan dia akan dikucilkan atau menjadi anak yang fringer
(terpinggirkan).
5. Perkembangan ketrampilan motorik sangat
penting bagi perkembangan self concept atau kurang konsep diri/kepribadian
anak.
• Perkembangan kognitif
Berdasarkan pengertian perkembangan, banyak pemikiran yang
timbul dari para tokoh psikologi tentang perkembangan pada anak usia dini.
Namun ada dua pemikir besar yang mempengaruhi pemikiran mengenai perkembangan
pada anak usia dini dalam penelitian ini. Dua tokoh psikologi tersebut adalah
Peaget dengan psikologi kognitifnya dan Lev Vygotsky dengan Psikologi
konstruksi sosialnya.
a.
Piaget
Piaget (Syamsu, 2006: 4-6)
berpandangan bahwa konsep dasar perkembangan manusia dapat digambarkan dalam
konsep fungsi dan struktur. Fungsi merupakan sebuah mekanisme biologis yang
sama bagi setiap orang. Tujuan dari fungsi-fungsi ini adalah untuk menyusun
struktur kognitif internal. Piaget mengungkapkan bagaimana dia mengelompokkan
fungsi-fungsi dari individu, yaitu:
1) Organisasi, yang merujuk pada fakta bahwa
semua struktur kognitif berinteraksi dalam berbagai pengalaman baru harus
diselaraskan kedalam sistem yang ada.
2) Adaptasi, yang merujuk kepada kecenderungan
organisme untuk menyelaraskan dengan lingkungan. Adaptasi ini terdiri dari dua
sub proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Peaget
berpendapat bahwa Perkembangan kognitif (intelegensia) meliputi empat tahap,
yaitu:
•
Tahap sensorimotor (0-2 tahun), pada tahap ini
pengetahuan diperoleh melalui interaksi fisik baik dengan orang tua maupun
benda. Skema-skema baru berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti
menggenggam atau menghisap.
•
Tahap praoperasional (3-6 tahun), pada tahap ini
anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasi dunia (lingkungan)
secara kognitif. Simbol-simbol tersebut seperti kata-kata dan bilangan yang
dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah laku yang tampak).
Menurut Asri Budiningsih (2003: 37) Anak pada tahap praoperasional memiliki
karakter:
§ self
counter-nya sangat menonjol
§ Dapat
mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok
§ Mampu
mengungpulkan barang-barang menurut kriteria
§ memahami
bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan
cara yang berbeda
§ anak
mulai memahami sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya.
•
Tahap operasi kongkret (7-11 tahun), Anak mulai
dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki.
Mereka dapat menambah, mengurangi dan mengubah. Operasi ini memungkinkan untuk
memecahkan masalah secara logis.
•
Tahap operasi formal (12 tahun sampai dewasa),
tahap ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Anak sudah dapat berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa hipotesis abstrak, tidak hanya dengan objek-objek
kongkrit. Remaja sudah dapat berfikir abstrak dan memecahkan masalah melalui
pengujian semua alternative yang ada.
Piaget (Gopnik. dkk, 2006: 44)
menyimpulkan bahwa anak-anak tidak begitu saja mendapatkan pengetahuan dari
orang dewasa, entah dari kehidupan masa silam maupun DNA. Piaget beranggapan
bahwa anak memiliki mekanisme belajar yang luar biasa yang memungkinkan mereka
mengkonstruksi gambar-gambar baru dunia, gambar-gambar yang mungkin sangat
berbeda dengan gambar yang didapat oleh orang dewasa.
• Perkembangan sosio-emosional
Emosional dalam hal ini menyangkut segala sesuatu yang berhubungan
dengan perasaan si anak, baik itu perasaan, sedih, senang, kesal, gembira, dll.
Sedangkan perkembangan sosial dalam hal ini adalah interaksi si anak dengan
lingkungan, terutama orang-orang yang ada di sekitar si anak.
Perkembangan
sosio emosisonal anak terbagi ke dalam beberapa tahap, yaitu:
- Tahap percaya versus curiga (trust vs mistrust), usia anak 0-2 tahun, dalam tahap ini anak akan tumbuh rasa percaya dirinya jika mendapatkan pengalaman yang menyenangkan, namun akan tumbuh rasa curiga jika anak mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan.
- Tahap Mandiri versus Ragu ( Autonomy vs Shame), usia anak 2-3 tahun, perasaan mandiri mulai muncul tatkala anak sudah mulai menguasai seluruh anggota tobuhnya, sifat ragu dan malu akan muncul pada tahap ini ketika lingkungan tidak memberinya sebuah kepercayaan.
- Tahap berinisiatif versus bersalah (initiative versus guilt), usia anak 4-5 tahun. Pada masa ini anak sudah mulai lepas dari orang tuanya, anak sudah mampu bergerak bebas dan berhubungan dengan lingkungan. Kondisi ini dapat menimbulkan inisiatif pada diri anak, namun jika anak masih belum bisa terlepas dari ikatan orang tuanya dan belum bisa berinteraksi dengan lingkungan, rasa bersalah akan muncul pada diri anak
• Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa pada anak dapat dimulai dari masih dalam kandungan.
Anak adalah pebelajar yang konstruktif. Anak mempelajari bahasa dan konsep
–konsep penting tanpa melalui pengajaran yang terencana secara khusus. Mereka
hanya belajar ditengah-tengah orang yang menggunakan bahasa dan dengan memiliki
akses yang tersedia terhadap lingkungan yang aman, menarik dan mengundang
eksplorasi indera pendengaran dan indera penglihatan yang dapat membantu anak
mengorganisasikan informasi dari lingkungannya.
Setiap anak memiliki perkembangan bahasa lisan yang berbeda-beda karena muatan informasi yang dapat dikumpulkan anak tidak hanya tergantung pada banyaknya dan jenis penglihatan dan pendengaran yang mereka miliki. Namun juga pada cara mereka belajar menggunakan penglihatan dan pendengaran itu. Masing-masing anak belajar memanfaatkan informasi sensorik yang tersedia dengan caranya sendiri. Beberapa anak berinteraksi dengan dunianya terutama dengan sentuhannya; sementara yang lain mungkin lebih bergantung pada penglihatan dan pendengarannya. Bagi kebanyakan anak, kombinasi dari kesemuanya itu akan paling bermanfaat. Bagi anak lainnya, menggunakan pendengaran, penglihatan, dan sentuhan pada saat yang bersamaan terasa membingungkan dan, dalam situasi yang berbeda, mereka mungkin memilih untuk menggantungkan terutama pada satu indera.
• Perkembangan moral dan agama
1. Perkembangan Moral
Menurut Piaget, perkembangan moral anak-anak menengah dan akhir berada
dalam suatu transisi antara dua tahap yaitu tahap realisme moral atau
heteronomous morality dan tahap moralitas berdasarkan hubungan timbale balik
atau disebut juga autonomous morality.
Dalam tahap realisme moral, anak melihat peraturan dari orang tua dan orang
dewasa lainnya sebagai sesuatu yang tidak akan pernah berubah sehingga mereka
harus senantiasa mentaati tanpa perlu mempertanyakannya. Mereka juga cenderung
menaati peraturan secara kaku dan menilai kebenaran atau kebaikan berdasarkan
konskuensi prilaku, bukan berdasarkan maksud atau motivasi si pelaku. Pada
tahap ini juga berkembang ide immanent justice (keadilan abadi), yaitu suatu
pemikiran bahwa pelanggaran peraturan pasti akan mendapatkan hukuman dengan
segera, maupun itu dari orang, objek atau tuhan. Misalnya anak yang berbohong
kepada ibunya dan kemudian jatuh dari sepeda sehingga lututnya terluka, akan
berfikir bahwa kecelakaan itu terjadi sebagai hukuman karena ia telah berbohong
kepada ibunya.
Sejalan dengan Piaget yang melihat perkembangan moral dari segi kognitif,
Kohlberg juga menjelaskan tahapan-tahapan perkembangan anak berdasarkan
perkembangan kognitif atau penalarannya. Hanya saja lebih kompleks dari teori
Piaget. Menurut Kohlberg moral anak berkembang dalam tiga tahapan dan
masing-masing tingkatan terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
a. Moralitas Prakonvensional
Prilaku anak tunduk pada kendali eksternal, terdiri dari dua tahap, yaitu :
a. Berorientasi pada kepatuhan dan hukuman
Anak
menunjukan kepatuhankepada orang dewasa untuk menghindari hukuman dan melihat
moralitas suatu tindakan berdasarkan akibat fisiknya.
b. Berorientasi pada kepuasan dan tujuan sendiri
Anak berusaha
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan telah mengerti perlunya
melakukan hubungan timbal balik dan berbagi dengan orang lain, namun masih
bersifat manipulatif, lebih karena kepentingan sendiri (misalkan untuk
mendapatkan hadiah atau pujian), bukan karena perasaan keadilan atau simpati
yang sebenarnya.
b. Moralitas Konvensional
a. Moralitas anak yang baik
Mengembangkan
norma-norma interpersonal, anak menyesuaikan diri dengan peraturan dan menunjukan
perilaku yang baik seperti menghargai kebenaran, kepedulian dan kesetiaan.,
untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan mempertahankan hubungan baik
dengan mereka.
b. Otoritas dan moralitas sesuai sistem sosial
Anak yakin
bahwa bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai dengan kelompok, maka
mereka berbuat harus sesuai aturan tersebut agar terhindar dari kecaman sosial.
Anak sudah mampu menyesuaikan diri. Tidak saja dengan standar orang lain tetapi
juga dengan tuntutan sosial. Pada tahap ini, pertimbangan-pertimbangan moral
yang dilakukan anak didasarkan atas pemahaman terhadap peraturan, hokum,
keadilan dan kewajiban yang ditetapkan oleh sosial.
c. Moralitas Pascakonvensional
a. Moralitas dengan pertimbangan kontrak sosial dan hak individual
Pada tahap
ini, individu telah memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan bersifat
relative dan bahwa standar individu yang satu dengan individu yang lain dapat
berbeda. Pada tahap ini, individu percaya bahwa harus ada keluwesan dalam
keyakinan moral yang memungkinkan perubahan standar moral bila itu terbukti
akan menguntungkan kelompok sebagai suatu keseluruhan.
b. Moralitas berdasarkan prinsip-prinsip individual dan suara hati
Individu
menyesuaikan diri dengan standar sosial dan keinginan internal terutama lebih
karena disebabkan untuk menhindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan
bukan untuk menghindari kecaman sosial. Individu mengambil keputusan
berdasarkan prinsip-prinsip abstrak yang universal dan rasa hormat terhadap
orang lain, bukan berdasarkan padakepentingan sendiri
2. Pendidikan Agama
Dasar Pembentukan Pribadi Anak
Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan semata-mata
kepada anak didik, tetapi harus juga diperfiatikan pembinaan moral, sikap dan
tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada
pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan
pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga
pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara.
Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan terhadap
anak-anakjuga bertujuan membinajiwa demokrasi. Begitu juga halnya kalau negara
itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan.
Karena negara kita berdasarkan Pancasila, maka pendidikan harus bertujuan
mempersiapkan anak didik untuk dapat menerima Pancasila dan menjadikan
Pancasila sebagai dasar hidupnya. Untuk itu, pendidikan di sekolah harus
ditujukan pada anak didik kesadaran-kesadaran sebagai berikut.
a. Kepercayaan dan taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Sikap dan tindakan harus sopan-santun dan
berkeprimanusiaan
c. Rasa cinta terhadap
bang sa dan Tanah Air
d.Menumbuhkanjiwa
Demokratis
e. Rasa keadilan,
kejujuran, kebenaran dan menolong orang lain.
Arah dan
tujuan pendidikan ini hanya dapat dicapai kalau pendidikan itu mencakup
pendidikan agama.
a. Pentingnya
Pendidikan Agama
Rumah-tangga atau keluarga adalah tempat yang pertama dan utama bagi anak
untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian, yang kemudian
ditambah dan disempurnakan oleh sekolah. Demikian pula halnya pendidikan agama,
harus dilakukan oleh orang membiasakannya pada tingkah-laku dan akhlak yang
diajarkan oleh agama. ada masa ini anak belum mengerti tentang akhlak-akhlak
yang baik, seperti kejujuran dan keadilan (terlalu abstrak), Untuk
merealisasikannya, orang yang relevan dengan hal tersebut, agar anak dapat
meniru dengan baik. Untuk itu, orangtua harus memberikan perlakuan yang adil
serta dibiasakan pula untuk berbuat adil sehingga rasa keadilan dapat tertanam
dalam jiwanya, juga dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah sosial lainnya
yang menjadi dasar untuk pembinaan mental dan kepribadian anak itu sendiri.
Kalau pendidikan agama tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka akan
berakibat hal-hal sebagai berikut.
a. Tidak terdapat unsur agama dalam
kepribadiannya sehingga sukar baginya untuk menerima ajaran itu kalau ia telah
dewasa; dan b. Mudah melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan
jiwanya tanpa memperhatikan hukum-hukum atau norma-norma yang berlaku.
Sebaliknya kalau dalam kepribadian seseorang terdapat nilai-nilai dan
unsur-unsur agama, maka segala keinginan dan kebutuhan dapat dipenuhi dengan
cara yang wajar dan tidak melanggar hukum-hukum agama. Sesuai dengan dasar
negara kita Pancasila, dengan sila pertamanya ke-Tuhanan Yang Maha Esa, maka
kepribadian warga negara berisi kepercayaan yang menjadi bagian dari
kepribadian tidak hanya dapat diucapkan secara lisan saja, tetapi harus
disertai dengan perbuatan. Hal ini hanya mungkin melalui pendidikan agama,
karena kepercayaan bahwa Tuhan itu ada harus disertai dengan kepercayaan kepada
ajaran, hukum, dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh Tuhan. Dengan
demikian jelaslah bahwa semua itu menjadi dasar dalam pembinaan mental dan
pembentukan kepribadian yang akan mengatur sikap, tingkahlaku dan cara
menghadapi segala problem dalam hidup.Mengingat pentingnya pendidikan agama
bagi pembinaan mental dan akhlak anak-anak, dan karena banyak orangtua yang
tidak mengerti agama, maka pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah.
b. Pendidikan Agama di Sekolah
Pendidikan agama di sekolah bertujuan untuk membina dan menyempumakan
pertumbuhan dan kepribadian anak didik. Pendidikan agama di sekolah meliputi dua
aspek penting: 1. Aspek’ pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa).
Tugas guru dalam hal ini adalah: a. Menyadarkan anak didik tentang adanya Tuhan
dan membiasakan anak didik untuk melakukan perintah-perintah Tuhan serta
meninggalkan larangan-larangannya; b. Melatih anak didik untuk melakukan ibadah
dengan praktek-praktek agama, sehingga membawa dekatnya jiwa anak kepada Tuhan;
dan c. Membiasakan anak didik untuk mengatur sopan-santun dan tingkah-laku yang
sesuai dengan ajaran akhlak. Sifat ini harus ditanamkan melalui praktek dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya: kasih sayang sesama kawan, tabah, benar, adil,
dan lain-lain. 2. Pengajaran agama(ditujukan kepada pikiran). Isi dari ajaran
agama harus diketahui betul-betui, agar kepercayaan kepada Tuhan menjadi
sempurna. Maka tugas dari guru agama adalah menunjukkan apa yang disuruh, apa
yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukan, dan apa yang
dianjurkan meninggalkan sesuai dengan ajaran agama.
• Pentingnya Pembelajaran bagi Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini (Early Childhood Education) merupakan
bidang ilmu yang relatif baru. Bila sebelumnya anak didik berdasarkan pemahaman
orang dewasa saja bagaimana cara memperlakukan anak dan apa yang terbaik bagi
anak, saat ini setelah berkembang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), diharapkan
anak dapat diperlakukan sesuai dengan kebutuhan perkembangannya sehingga anak
tumbuh sehat jasmani dan rohani. Anak pun dapat diperhatikan secara
komprehensif. Pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara
anak, orang tua, atau orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk
mencapai tugas perkembangan. Interaksi yang dibangun tersebut merupakan faktor
yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini
disebabkan interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan di antara anak akan
memperoleh pengalaman yang bermakna, sehingga proses belajar dapat berlangsung
dengan lancar. Vygotsky berpendapat bahan pengalaman interaksi sosial merupakan
hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang
tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Greeberg
(Isjoni, 2006) melukiskan bahwa pembelajaran dapat efektif jika anak dapat
belajar melalui bekerja, bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya.
Pembelajaran untuk anak usia dini bukan berarti anak harus disekolahkan pada
umur yang belum seharusnya, dipaksa untuk mengikuti pelajaran yang akhirnya
justru membuat anak menjadi terbebani dalam mencapai tugas perkembangannya.
Pembelajaran untuk anak usia dini pada dasarnya adalah pembelajaran yang kita
berikan pada anak agar anak dapat berkembang secara wajar.
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Pada hakikatnya
anak belajar sambil bermain, oleh karena itu pembelajaran pada pada anak usia
dini pada dasarnya adalah bermain. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini
yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai ekplorasi terhadap lingkungannya,
maka aktivitas bermain merupakan bagian dari proses pembelajaran. Untuk itu
pembelajaran pada usia dini harus dirancang agar anak merasa tidak terbebani
dalam mencapai tugas perkembangnya. Proses pembelajaran yang dilakukan harus
berangkat dari yang dimiliki anak. Setiap anak membawa seluruh pengetahuan yang
dimilikinya terhadap pengalaman-pengalaman baru.
a. SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
pembelajar terpadu, apabila ada kesalahan dalam penulisan kami memohon maaf.
Referensi
Lilis Suryani dkk. (2008) Metode Pengembangan
Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Masitoh dkk. (2005) Strategi
Pembelajaran TK. Jakarta: 2005
Joan
Freeman & Utami Munandar. (1994). Cerdas dan Cemerlang. Kiat Menemukan
Bakat Anak Usia 0-5 tahun. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Khamid Wijaya, dr. Audrey Luize, dkk. (February 2004) Mencetak
Anak Cedas?...Gampang!. www.balitacerdas.com: 20 Mei 2007